Senin, 23 Mei 2011

Menguak Kelumpuhan di Boyolali

Setelah menerima informasi bahwa telah ditemukan penyakit lumpuh yang diderita masyarakat Desa Sidomulyo Kecamatan Ampel yang menyebutkan bahwa di desa Tersebut terdapat penderita lumpuh, maka pada tanggal 29 dan 30 Maret 2011 tim investigasi Dinas Kesehatan bersama Tim Puskesmas Ampel I melakukan Penyelidikan Epidemiologi. Untuk meluruskan pemberitaan yang beredar, kami dalam edisi ini sampaikan hasil Penyelidikan Epidemiologi oleh Surveilans Epidemiologi Kabupaten Boyolali. Untuk Format presentasi PDF dapat didownload disini. Sedangkan file lengkap versi PDF dapat didownload disini juga ..

Dari hasil wawancara dengan penderita dan keluarga penderita didapatkan bahwa, penyakit ini sudah diderita sejak beberapa keturunan sebelum generasi ini atau generasi pertama sekitar tahun 1950. Adapun jumlah yang sudah meninggal sejak tahun tersebut sebanyak 20 orang 10 diantaranya perempuan dan 10 laki laki. Penderita yang meningal terakhir adalah Bp. Mbl yang meninggal bulan Februari 2011 dan merupakan ayah dari GA, yang sekarang juga menderita lumpuh dan tinggal di Ciamis, Jawa Barat.

Dalam Penyelidikan Epidemiologi, berhasil diwawancara sebanyak lima penderita diantaranya adalah :

1. AF (P, 19 tahun)

AF merupakan anak terkecil dari lima bersaudara yang ketiga saudaranya juga menderita kelumpuhan. Kelumpuhan AF dimulai sejak usianya 18 tahun, pergelangan kaki kanannya ‘keseleo’ beberapa hari selanjutnya merasakan tulang tulang kakinya terasa dingin dan betis terasa kram. Bila berjalan sempoyongan (seperti hilang keseimbangan). Persendian terasa kaku namun tidak merasakan sakit. Pada malam hari (setelah maghrib) badan terasa lebih lemes dan persendian terasa lebih kaku. Saat ini AF masih bisa berdiri tanpa bantuan namun tidak bisa bertahan lama.

2. AM (P, 22 tahun)

AM merupakan kakak dari AF, AM mulai merasakan gejala sakit di usia 14 tahun. Gejala awal yang dirasakan adalah hilang keseimbangan sehingga jalan sempoyongan, suara menjadi cedal. Seiring perjalanan waktu semakin parah dan di usia 20 tahun sudah tidak dapat berjalan lagi. Keadan saat ini AM hanya bisa berbaring di tempat tidur dan suarapun sudah hilang (seperti layaknya orang bisu).

3. YS (L, 26 tahun)

YS adalah kakak dari AM, YS mulai merasakan sakit pada usia 15 tahun. Keadaan ini dipicu saat YS jatuh dari atas pohon, patah tulang dan menjalani operasi. Setelah operasi sudah tidak dapat berjalan lagi, bahkan setelah pen (Platina) diambil. Yang disarakan adalah kaki terasa dingin hingga ke tulang. Keadaan saat ini YS hanya bisa berbaring di tempat tidur, sudah tidak dapat berjalan, bahkan berdiripun sudah tidak bisa. Meski pelan masih dapat berbicara namun tidak begitu jelas.

4. NN (L, 37 tahun)

NN adalah kakak pertama dari tiga penderita diatas. NN mulai merasakan gejala pada usia 36 tahun. Keadaan sekarang masih dapat berjalan meski sempoyongan (hilang keseimbangan). Saat ini NN masih bisa mengendarai sepeda motor, bahkan beliau merasakan lebih nyaman jika naik sepeda motor daripada jalan kaki. Kadaan fisik NN masih terlihat seperti normal. Suaranya pun masih terdengan jelas dan dapat bercerita secara normal.

5. DH (P, 45 tahun)

DH merupakan keluarga lain dari keempat penderita diatas, namun masih ada hubungan family. DH merupakan anak dari Bp. S yang juga menderita penyakit serupa hingga meninggal. DH mulai merasakan sakit pada usia 37 tahun, diawali dengan hilangnya keseimbangan sehingga jalan sempoyongan. Menurut cerita suaminya, jika ditanya terasa bumi / tanah yang diinjak berputar putar. Di usia 42 tahun DH sudah tidak bisa berjalan lagi, suaranyapun perlahan menghilang. Hingga saat ini nafsu makan masih baik dan daya ingat pun masih baik.

Saat masih sehat, DH selalu aktif berolahraga senam dan bola voley.

Pernah menjalani perawatan di RS Panti Waluyo Surakarta dan manjalani CT-Scan. Namun bacaan hasilnya meragukan karena sudah ada coretan di tanggal pemeriksaan dan nama pasien. (Hasil : Menyokong gambaran covum septi pellucid & kecurigaan hypogenes corpus collosum.)

(Ibu DH meninggal dunia di Rumahnya tanggal 22 April 2011, setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali)

Keadaan pada saat ini penderita yang masih hidup sebanyak 18 (delapan belas) orang 13 (tiga belas) diantaranya tinggal di Ds. Sidomulyo, 1 (satu) orang di Ds. Urutsewu, 1 (satu) orang di Ds. Tanduk, Ampel Boyolali dan 3 (tiga) orang di luar Kabupaten Boyolali.

Kesimpulan :

1. Penyakit tersebut diduga penyakit genetik.

2. Hasil pemeriksaan dokter spesialis saraf ( dr. Amaludin M , Sp.S ) tanggal 30 Maret 2011 di rumah penderita didapatkan

a. Diagnose klinis Tetraparesis spastic.

b. Diagnose sementara Friedreich’s ataxia

Keterangan :

      • gangguan yang progresif secara bertahap pada sistem saraf dan otot.
      • Penyakit keturunan bersifat autosomal resessive disease dengan kelainan pada gen x 25

Langkah langkah yang telah dilakukan :

1. Pemahaman kepada masyarakat bahwa untuk memutus penyakit ini dengan menghindari perkawinan sedarah.

2. Perawatan penderita di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, dengan biaya bersumber dari dana Jamkesda Kabupaten Boyolali.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dalam rangka Pemeriksaan Laboratorium lebih lanjut.

4. Pemberitan bantuan berupa kursi roda dan tetrapoid sebagai alat mobilisasi penderita dari Pemerintah Kabupaten Boyolali.

5. Perawatan Rawat jalan Fisiotherapy di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali, dengan bantu transportasi oleh pemerintah Kecamatan Ampel dan Puskesmas Ampel I.